Postingan

Menampilkan postingan dari Juni 5, 2016

MASALAH GARIS SHAF

Masalah Garis Shaf Sebagian kalangan menganggap bahwa membuat garis shaf sebagai petunjuk agar shaf shalat jama’ah itu sebagai amalan yang tak ada tuntunan (alias: bid’ah). Sampai terjadi crash di sebagian masjid karena mempermasalahkan hal ini. Dan sebagian ulama menganggap seperti ini tidaklah masalah sehingga tidak perlu diributkan jika memang asalnya adalah perkara ijtihadiyah. Hukum Meluruskan Shaf Jumhur ulama (mayoritas) berpandangan bahwa hukum meluruskan shaf adalah sunnah. Sedangkan Ibnu Hazm, Imam Bukhari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy Syaukani menganggap meluruskan shaf itu wajib. Dalil kalangan yang mewajibkan adalah berdasarkan riwayat An Nu’man bin Basyir  radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata bahwa Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ “ Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih .” (HR. Bukhari no. 717 dan Muslim no. 436). I

SHAF LURUS RAPAT (SANGGAHAN YANG ENGGAN MENEMPELKAN MATA KAKI DALAM SHAF SHALAT)

Menempelkan Mata Kaki Benar apa yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albany bahwa menempelkan kaki, bahu dan lutut merupakan sunnah Nabi. Adapun beralasan dengan ketidakmampuan dan keengganan sebagian orang melaksanakannya, bukanlah hujjah dalam menggugurkan sunnah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, sebab kenyataannya cara tersebut bisa dikerjakan. Adapun orang yang enggan karena merasa sempit dadanya ketika ditempeli kakinya oleh kaki saudaranya, maka tak bisa dijadikan hujjah. Jika ada sebagian orang tak mampu menempelkan kakinya karena pada kakinya ada sifat kurang sempurna, maka bertaqwalah semampunya. Artinya, berusaha lakukan semampunya dan jika dia tetap tidak bisa, maka dia telah mendapat udzur. Sekali lagi kami katakan bahwa meluruskan dan merapatkan shaf merupakan sunnah (baca: petunjuk) Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- kepada para sahabat dan ummat beliau yang telah disaksikan oleh Anas bin Malik radhiallahu Ta’ala ‘anhu. Bahkan bukan hanya beliau (Anas), bahkan cara i

MERAPATKAN MATA KAKI KETIKA SHALAT

Haruskah Merapatkan Mata Kaki Ketika Shalat? Merapatkan Mata Kaki Ketika Shalat Yang harus diikuti dalam meluruskan shaf adalah merapatkan mata kaki dengan mata kaki orang yang di samping, bukan kepala jari-jari kaki. Demikian itu karena badan ini disangga oleh mata kaki, sedangkan jari kaki satu dengan yang lain berbeda-beda, ada kaki yang panjang dan ada kaki yang pendek, sehingga tidak mungkin untuk mengukur kelurusan shaf secara tepat kecuali dengan mata kaki. Sedangkan merapatkan mata kaki satu dengan mata kaki lain dalam shalat, tidak diragukan lagi, diriwayatkan dalam hadits dari para shahabat radhiallahu ‘anhum bahwa mereka meluruskan barisan dengan merapatkan mata kaki satu dengan mata kaki yang lain. Atau setiap orang dari mereka merapatkan mata kakinya dengan mata kaki orang yang ada di sampingnya untuk memastikan kelurusan shaf. Sebenarnya tindakan itu bukan maksud itu sendiri, tetapi sesuatu yang dilakukan untuk maksud lain, seperti yang dikatakan oleh ahlul ilmi. Maka

UCAPAN IMAM UNTUK MERAPATKAN SHAF MAKMUM

Ucapan Imam Untuk Merapatkan Shaf kepada Makmum Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du, Terdapat beberapa riwayat yang menyebutkan anjuran Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam  kepada para sahabat untuk merapatkan shaf. Diantaranya, 1. Hadis dari Anas bin Malik  radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  memerintahkan makmumnya, أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا ”Luruskan shaf kalian dan rapatkan.”  (HR. Bukhari 719) 2. Juga dari Anas bin Malik, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengucapkan, سوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَفِّ مِنْ تَماَمِ الصَّلَاةِ ”Luruskan shaf kalian, karena meluruskan shaf bagian dari kesempurnaan shalat.”  (HR. Muslim 433). 3. Hadis dari Abu Hurairah  radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  memerintahkan, أقيموا الصَفِّ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ إِقَامَةَ الصَفِّ مِنْ حُسْنِ الصَّلَاةِ Luruskan shaf dalam shalat, karena meluruskan shaf bagian dari kesempurnaan shalat.  

CARA BERJAMAAH DUA ORANG

Cara Shalat Berjemaah Dua Orang Cara shalat berjemaah yang dilakukan dua orang, satu imam dan satu makmum, dirinci sebagai berikut: 1. Sesama jenis, keduanya laki-laki atau keduanya wanita.  Posisi makmum tepat persis di samping kanan imam, dan tidak bergeser sedikit ke belakang. Ini sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas  radhiallahu ‘anha ; beliau menceritakan, “ Saya pernah menginap di rumah Maimunah (bibi Ibnu Abbas dan istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tahajud, aku pun menyusul beliau dan berdiri di sebelah kiri beliau. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memindahkanku ke sebelah kanan, sejajar .” (H.R. Bukhari dan Muslim) 2. Lain jenis, imam laki-laki dan makmum wanita.  Posisi makmum, tepat di belakang imam,  dan tidak perlu serong , baik ke kiri maupun ke kanan. Dalilnya adalah hadis dari Anas bin Malik  radhiallahu ‘anhu , bahwa Nabi pernah shalat bersama Anas, “ Beliau memosisikan diriku di s

HUKUM MENGELUARKAN ZAKAT DENGAN MATA UANG

Hukum Mengeluarkan Zakat dengan Uang Telah diulas bahwa zakat hewan ternak dikeluarkan dengan hewan ternak pula. Zakat hasil pertanian dikeluarkan 10% atau 5% dari hasil panen. Begitu pula dengan zakat emas dan perak dikeluarkan 2,5% dari keduanya. Apakah kita harus mengeluarkan zakat sesuai dengan yang sudah ditentukan ini? Ataukah zakat boleh saja dikeluarkan dengan sesuatu yang senilai ( qimah ), misalnya uang? Qimah   adalah sesuatu yang senilai dengan kewajiban zakat, bisa jadi disetarakan dengan uang, makanan atau pakaian. Untuk pembahasan bolehkah zakat fithri ditunaikan dengan qimah, maka kita harus meninjau dari sisi zakat harta (emas, perak, mata uang, barang dagangan, hasil pertanian, hewan ternak, harta karun) dan zakat fithri. Tinjauan pertama: Zakat harta Ada dua pendapat dalam masalah ini. Pendapat pertama : Tidak boleh, tetap harus dikeluarkan sesuai dengan bentuk yang ditetapkan dalam dalil. Demikian pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Daud Azh Zh

PANDUAN ZAKAT EMAS DAN PERAK

Panduan Zakat Emas dan Perak Jika kita memiliki emas dan perak, maka jangan dilupakan, ada kewajiban zakat. Jika telah mencapai nishob 85 gram emas dan telah melewati haul (satu tahun hijriyah), maka ada kewajiban zakat sebesar 2,5% atau 1/40. Bagaimana ketentuan zakat emas dan perak, atau disebut zakat  atsman , juga ada yang menyebut zakat  naqdain ? Simak dalam tulisan berikut. Zakat  Atsman  (emas, perak dan mata uang) Yang dimaksud  atsman  adalah emas, perak, dan mata uang yang berfungsi sebagai mata uang atau tolak ukur kekayaan. Dalil wajibnya adalah firman Allah  Ta’ala , وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ “ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih ” (QS. At Taubah: 34-35). Dari Abu Hurairah, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, مَا مِنْ صَاح

ADAKAH ZAKAT PADA PERHIASAN

Adakah Zakat pada Perhiasan? Setelah  bahasan zakat emas dan perak , kita akan melihat selanjutnya adakah zakat pada perhiasan. Karena emas dan perak tidak selamanya dalam bentuk batangan, namun ada yang dijadikan perhiasan, artinya sudah berubah bentuk. Untuk permasalahan ini para ulama berselisih pendapat. Dan pendapat yang kuat karena didukung oleh dalil adalah adanya zakat perhiasan. Lalu bagaimana cara perhitungannya, akan dijelaskan secara sederhana dalam tulisan berikut ini. Perhiasan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) perhiasan emas dan perak, (2) perhiasan selain emas dan perak. Para ulama berselisih pendapat mengenai apakah ada zakat pada perhiasan emas dan perak. Ada dua pendapat dalam masalah ini. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat tidak ada zakat dalam perhiasan emas. Di antara dalil yang digunakan adalah, لَيْسَ فِى الْحُلِىِّ زَكَاةٌ “ Tidak ada zakat dalam perhiasan. ” [1] Namun hadits ini adalah hadits yang batil jika disandarkan pada Nabi  shallalla